Waktu cepat berlalu. Tanpa terasa, Ramadan tahun ini telah berkurang separuh dari masa yang telah ditetapkan Allah.
Hati orang-orang beriman pun galau melihat begitu cepatnya bulan yang mulia ini berlalu. Seakan tamu agung itu baru saja datang kemarin sore, serasa baru kemarin Allah menyeru kita:
يا باغي الخير أقبل ويا باغي الشر اقصر
"Wahai para pecinta kebaikan, segeralah sambut (kedatangannya)...
Dan Wahai pecinta keburukan, segeralah berhenti..."
Namun, kini tamu Agung tersebut bak sedang berkemas pergi. Sebelas bulan dia akan meninggalkan kita.
Orang beriman gusar karena ia tak tahu pasti apakah sebelas bulan nanti ia masih berdiri di shaf yang sama, apakah ia masih punya iman yang sama, membaca mushaf yang sama, atau jangan-jangan ia telah terkubur di dalam tanah yang dingin, dibalut helai-helai kain usang dan kesakitan terhimpit di dalam kubur yang gelap.
Kekhawatiran itu yang membuatnya kemudian mengencangkan ikat pinggang, memaksimalkan ketaatan di masa-masa yang tersisa, di bulan yang penuh rahmat dan keberkahan ini.
Sementara itu, di sudut yang lain ada manusia yang sudah mulai melipat satu demi satu jari-jemarinya. Ia selalu menghitung hari-hari yang tersisa, bukan untuk melakukan ketaatan, tapi tidak sabar untuk keluar dari hari-hari yang menurutnya penuh dengan keterpaksaan.
Ia tidak sabar untuk menghabiskan masa-masa yang ia rasa mengekang syahwat dan dorongan nafsunya. Ia tak kuasa, demi Allah ia sungguh tak kuasa dan ingin agar Ramadan segera berakhir.
Memang, ada bermacam-macam manusia pada bulan ini. Ada yang taat dan ada yang tetap bermaksiat. Kita tidak bisa membedakan dengan pasti antara kelompok yang satu dan yang lainnya, kecuali menurut apa yang tergambar dari penampakan lahiriahnya.
Untuk mereka yang tetap bermaksiat di bulan ini, tentu kita tidak akan menyalahkan mereka sebelum menyalahkan diri kita sendiri. Karena semestinya kita lebih memerhatikan diri sendiri daripada memikirkan orang lain.
Kita perlu bermuhasabah, berdamai dengan waktu, serta merenungi kesalahan-kesalahan kita yang selama ini kita bubuhkan dalam catatan amal.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Artinya; “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memerhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS: Al-Hasyr: 18)
Kedua kelompok manusia di atas pun terbagi menjadi empat golongan lagi:
Pertama, golongan hanif, mereka adalah orang-orang yang hatinya lembut, bersih dari noda-noda dosa. Ruhnya sehat, jiwanya selalu mengajak kepada ketaatan, sedangkan jasadnya menurut untuk melakukan apa yang diinginkan oleh ruhnya. Ia terbebas dari dengki, hasad, lisan yang kotor, kemunafikan, dan kotoran amal yang lainnya. Saat Ramadan tiba, Ia memaksimalkan ketaatan kepada Allah.
Kedua, golongan manusia yang sehat secara jasmani, mereka beribadah sepanjang malam, membaca firman Allah setiap hari, namun hatinya masih terbelenggu oleh noda-noda kedengkian dan pandangan yang penuh cela dan hasad. Manusia seperti ini bagaikan buah yang penampakannya halus, memikat setiap lidah untuk segera merasakan manisnya, namun pada nyatanya ia adalah buah yang pahit, bahkan beracun.
Ketiga, adalah golongan manusia yang terombang-ambing dalam keimanannya. Kadang ia tersesat, kadang ia menemukan petunjuk. Kadang ia terjatuh dalam kemaksiatan, dan kadang ia berdiri tegak dalam ketaatan.
Meski kerap melakukan kemaksiatan, manusia seperti ini bukanlah manusia yang sepenuhnya durhaka. Ia sadar telah melanggar batas-batas yang ditetapkan oleh Allah. Ia pun sadar telah melanggar titah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam. Namun, nafsu dan syahwat kadangkala mendominasi dirinya sehingga tak mampu membuat hatinya untuk secara utuh condong pada ketaatan.
Setiap kali tercelup ke dalam lumpur dosa, Ia selalu berusaha untuk membersihkan dirinya, ia bersegera menuju kebaikan meski jasadnya kadang berat untuk ia tundukkan. Di dalam dirinya terdapat pertarungan hebat antara jasad yang menolak dan jiwa yang berhasrat.
Keempat, adalah golongan manusia yang terus melakukan kemaksiatan dan pembangkangan. Baginya, tak ada bedanya antara bulan suci dan bulan-bulan biasa. Baginya, ketaatan adalah mimpi yang terlalu jauh dan kegiatan orang-orang yang telah gemetar karena usia tuanya. Manusia ini adalah manusia yang telah ditipu oleh angan-angannya. Nafsunya begitu besar dan syahwatnya terlampau merasuk, sehingga baik jiwa maupun jasadnya sama-sama telah merasakan apa yang dia sangka nikmat, walau pada hakikatnya adalah azab.
Semoga Allah membimbing kita menjadi satu di antara kafilah gelombang yang pertama. Walau kita sadar betapa jauhnya kita dari kafilah golongan pertama;
بَلِ ٱلْإِنسَٰنُ عَلَىٰ نَفْسِهِۦ بَصِيرَةٌ
"Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri," (Al-Qiyamah 75:14)
Saudaraku..
Bila Ramadan tak sanggup mengubahmu, maka tangisilah dirimu. Karena barangkali pekatnya dosa telah menutup mata hatimu dari terangnya hidayah.
Wallahu a’lam ✍🏻 Ibnu Abihi
ramadhan